Sabtu, 27 November 2010

Get Well Soon: Bromo




Lenglang lenglang langitna

Bodas bodas megana
Bulet bulet bulana
Kucap kecip bentangna...
Marabak hejona Gunung Bromo
Tengah Jawa....


Kamu kenapa latah Bromo?
Ikut batuk batuk
Mencuri perhatian
Kamu reseh Bromo...
[Saya kesal]

Rona keabuan di sekujur tubuhmu
Semakin mengabu, abu abu

Kemarin lusa seorang teman dengan mata berkaca kaca
bilang pada saya:
Poetry... Kita ke Bromo ya!
Ya.. Bromo saja!
Bener ya, bulan tiga kita ke sana!

Ya..
Jawab saya dalam hati, karena tidak tau apakah awal tahun nanti
saya tidak punya janji keliling dunia dengan Arjuna.
Saya tidak bisa janji.
Tapi saya juga menyimpan rasa pada Bromo,
Pada rona abu abunya
[maaf Arjuna]


Kemarin, saya tulis pesan singkat
Sangat singkat.
Pada teman saya:
Bromo Erupsi

*Dia tidak membalas.


Kenapa begitu Bromo?
Yakinkan saya kalau kamu hanya kedinginan
Flu ringan.

Saya tidak mau kamu sakit parah seperti Merapi
Saya mau kerumahmu Bromo.
Jangan sakit: atau pura pura sakit.

Cepat sembuh Bromo
Kita punya janji sarapan bersama
Saya rela tinggalkan Arjuna sebentar
Menunda keliling dunia
Hanya untuk mendekapmu dari dekat

Ingat Bromo,
Kita punya waktu empat atau lima bulan lagi
Saya tidak berharap salah satu dari kita ingkar janji.



Senin, 15 November 2010

Emansipasi [dan] Wanita


Tadi pagi saya berbincang lewat pesan singkat di ponsel dengan sahabat saya: Pria
Obrolan ringan saja, tidak pelik
Entah berawal dari mana, obrolan kami mengarah pada pembicaraan tentang emansipasi [wanita]



- Pria itu ya, hoby-nya nyakitin wanita. Selingkuh sana sini

+ Lha salah sendiri, wanita kenapa mau diselingkuhi

- Atas dasar emansipasi, kami [wanita] juga tidak ragu melakukan hal yang sama.
Jangan komplain ya para pria, derajat kita sejajar *meskipun tidak sama

+ Emansipasi... Bablas klambine! Astaghfirullah

- Saya bilang kan derajat kita sejajar meskipun tidak sama. Toh kelak kalau saya menikah, saya tetap sudi membasuh kaki suami saya sepulang dia bekerja. Meskipun mungkin dikantor saya, kaki saya yang dibasuh karyawan karyawan saya.

+ *belum membalas sampai postingan ini dipublikasikan*



Ya memang, emansipasi bukan berarti setiap apa yang bisa pria lakukan, boleh juga wanita lakukan.
Pernah sekali waktu saya juga menyimak note yang dibuat teman saya tentang emansipasi. Saya curi sedikit: "Katanya emansipasi wanita, giliran disuruh benerin genteng gak mau. Bilangnya,, itu kan pekerjaan pria."

Banyak pria sinis dengan emansipasi yang Kartini perjuangkan untuk wanita.
Entah mereka merasa dikangkangi atau takut kalah disaingi.
Kenapa begitu? Maksud kami emansipasi adalah keseimbangan perlakuan. Tidak adanya diskriminasi jender, itu saja. Bukan berarti kami harus bisa membetulkan atap yang bocor atas dasar emansipasi.
Seorang suami senang juga kalau istrinya bisa bekerja, tapi kami toh tidak menuntut seorang suami untuk bisa memasak.

Beberapa wanita juga saya akui telah salah tanggap tentang emansipasi. Mereka sampai lupa kewajiban kewajiban fitrah yang [harusnya] asasi dalam diri seorang wanita.
"Kebablasan..."
Terkadang benar.

Rasanya terlalu berlebihan menganggap Kartini sebagai icon emansipasi wanita. Kesejajaran sebenarnya sudah bisa kita amini sejak zaman Nabi Muhammad. Terbukti istri Beliau, Khadijah merupakan saudagar, Khadijah berkarir. Tapi Khadijah tidak lupa posisinya sebagai seorang wanita, terlebih sebagai seorang istri.

*biar begitu, saya berterimakasih juga kepada Kartini, telah memperlebar pintu emansipasi. Kalau tidak begitu, mungkin sekarang saya di rumah: menggendong anak ke lima saya sambil mengadoni tepung roti.

Yang kami inginkan bukan kesamaan perlakuan, hanya keseimbangan.
Kalian [laki-laki] juga berharap kami masih ingat kodrat kami sebagai wanita bukan? Maka hargai kami selayaknya kami ingin dihargai. Dengan begitu kami juga akan menghargai diri kami: sebagai wanita [yang asasi].


*bukan, ini bukan menanggapi SMS tentang perselingkuhan yang sedari pagi hilir mudik. Tapi lebih universal pengaplikasiannya dalam hidup sehari hari. So, Pria dan Wanita, mari saling menghargai hak dan kodrat sesama.

Selamat Pagi Matahari


Ah, saya puas
Telah mendahuluimu bangun pagi ini
Bukan saya bangun pagi pagi sekali
Tapi memang saya tidak tidur
Takut kecolongan: takut kamu lagi yang bangun lebih dulu

Saya menemukanmu di pojok pintu
Sedang menyeka mata dengan kain batik keris
Belum sempat mengunyah siwak
Matamu masih sayu
Sembap

Seperti semalaman menyaksikan pentas teater
dan berdiskusi tentang pencahayaan panggung
yang tidak seterang tatapanmu

Saya tertawa puas
Berhasil menemukanmu di pojok pintu
Kemudian melemparkan handuk
agar kau segera mandi

Kamu malah melipat handuk itu
Dan tertawa lebih keras dari tawaku

Kamu memintaku melihat ke luar
Saya melihat sekumpulan awan hitam legam
Minum teh di halaman rumahmu

Saya memandangimu lekat lekat
Kamu malah balik memandangi saya

Sebenarnya kamu sudah bangun dari tadi
Bahkan jauh sebelum saya menemukanmu di pojok pintu

Kamu menyapu wajahmu dengan batik keris
sehabis kamu mencuci muka
Kamu tidak ingin buru buru mandi
Pagi ini kamu ingin memberi kesempatan
pada Mendung untuk menampakkan diri

Saya tidak pernah bangun lebih pagi darimu, Matahari
Tidak pernah sekalipun

Katamu: biar aku yang mengucapkan
selamat pagi untukmu lebih dulu

Minggu, 07 November 2010

Menikahi Matahari

Sekali waktu, saya berbincang dengan Mbah Putri di ruang tamu rumah kami
Berbicara tentang masa muda Mbah dulu.
Mbah, menikah di umur berapa?
-18 tahun
Lalu kenapa mbah memilih Mbah Lanang sebagai pendamping?
-tidak
Lantas?
-dia yang memilih saya

[Di jaman itu, mungkin wanita hanya punya sepuluh persen saja hak untuk memilih
Dan mungkin hanya bisa digunakan untuk memilih warna kebaya]

Apa Mbah tidak punya kekasih sebelumnya?
-tidak. saya belum sempat kenal siapa siapa
Lalu Mbah sayang dengan Mbah Lanang?
-ibumu, anak kedua saya

Bagaimana Mbah bisa menikahi orang yang belum begitu mbah kenal?
-Witing tresna jalaran saka kulina
Mbah Lanang keras, kenapa Mbah betah berlama lama hidup dengan dia?
-saya ingin diumurmu yang pertama, kamu menyebut "mbah" di depan kami berdua


Witing tresna jalaran saka kulina...
Saya menerawang...

Pikiran saya sempat tertawan
Mungkin kelak saya akan menikah,
Saya hanya menikahi orang yang benar benar menyayangi saya
Perihal saya cinta atau tidak sebelumnya,,
Witing tresna jalaran saka kulina...


Mbah menikahi matahari
yang sejak subuh dia tau akan bertemu
tapi tidak pernah tau seberapa kuat sinarnya nanti
Mbah hanya mengamini
[dan kemudian belajar mengagumi]
tiap tiap inci sinarannya

Jumat, 05 November 2010

.... dan duapuluhtiga

Pertama, pasti terimakasih yang terucap
Untuk Tuhan, Ibu, Bapak, keluarga dan teman.
Untuk duapuluhtiga tahun yang luar biasa

Kepada ibu yang duapuluhtiga tahun lalu mengerang paling keras
Dan duapuluhtiga tahun ini berdiri paling lantang

Kepada Bapak yang duapuluhtiga tahun keringatnya berubah jadi daging pada saya...


Bukan tentang perayaan
Bukan tentang tingkat kedewasaan

Ini tentang rasa syukur
Pada duapuluhtiga musim yang berwarna

Rabu, 03 November 2010

Blue Day


Monday was a blue day
Because he left me, and kept some secret
I tried to find him and followed the rainbow
I met his family and the story flowed

I didn't realize that he never tell lies
But hiding something, pain inside his heart
He stared at my eyes and he let me know everything
I was so surprised, the news wasn’t so nice

How do I know the truth if you didn’t say so
I would understand if you trust and believe in me
How do I know the truth if you didn’t say so
But you have to know that my love would last forever

He’s laying in bed, I’ll never forget
He smiled and ask forgiveness without tears fell from his eyes

you're the reason i live, you're the reason i die
i tried to survive until i met u goodbye... goodbye...

How do I know the truth if you didn’t say so
I would understand if you trust and believe in me
How do I know the truth if you didn’t say so
But you have to know that my love would last forever



-Endah n Rhesa

Senin, 01 November 2010

Ketika Otak Bicara Hati

Pikiran sesumbar pada perasaan kalau dia lebih hebat
Dia bisa menghitung kalau shalat berjamaah dua kali di kantor
Dia bisa mendapat 54 derajat pahala


Perasaan cuma diam dalam legam
Dia hanya bergumam
Kalau shalat berjamaah dua kali dikantor
Dia bisa mengobrol dengan Tuhan sesudahnya


Pikiran masih sibuk menghitung
Tiap tiap nilai kebaikan dari tadi
Sehabis bangun pagi


Perasaan masih tersenyum
Kebaikan yang dari tadi pagi
Masih dikulum


Pikiran menghitung lagi...
Kelak kalau dia bertemu Tuhan,
dia akan minta imbalan: pahala
Pikiran menghitung sambil berjalan


Perasaan tidak membawa secarik kertaspun
Dia hanya sibuk tersenyum
Tak sabar bertemu Tuhan


Pikiran masih sibuk menghitung
Dia salah jalan
Simpang itu dimasukinya: sedang Tuhan ada disebelah mana?


Perasaan bertemu Tuhan
Dia masih tersenyum
Sekarang dia yang sibuk
Berbincang dengan Tuhan yang sesekali juga melempar senyum


Tuhan malah memberikan hadiah jatah otak untuk hati
Karena otak tak kunjung datang...





-Tuhan, jadikan hati saya hati hati yang ikhlas dalam beribadah
dan jadikan otak saya otak yang cerdas untuk ikhlas beribadah



-PN