Sabtu, 21 Agustus 2010

Meranggas Karena Keadaan

Saia rasa kita pernah membahas ini sebelumnya.
Jauh sebelum saia menyadari hal ini akan terjadi.
Anda bilang ini konsekuensi yang harus kita tanggung.

Pernah juga sekali waktu Anda bertanya pada saia:
Apa kamu siap dengan keadaan ini?
Apa kamu siap menutup telingamu atas pembicaraan orang orang di sekeliling yang tertuju pada kita?

Saia balik bertanya:
Apa kamu juga siap?

Aku sudah biasa dengan situasi di sini.
Aku sudah cukup mengenal keadaan.
Aku justru mengkhawatirkan kamu, yang baru masuk dalam lingkungan ini.
:: Kata Anda.

Kalimat Anda secara tidak langsung memaksa saia untuk berdaptasi,
membiasakan diri dengan keadaan.
Saia rasa saia berhasil!

Semua yang dipertanyakan orang orang tentang kita saia masukkan ke kuping kanan, tak lama saia keluarkan lewat kuping kanan juga [bahkan satu kata pun tak sempat menyentuh gendang telinga saia!]

Saia bingung kenapa sekarang jadi Anda yang rapuh?
Padahal dulu Anda yang bilang siap dengan apa saja yang bakal terjadi.

Jangan paksa saia berpikir macam macam tentang ini semua.

Mari kembali tertawa,,
Saia tidak mau Anda lemah.

Itu kan yang tiap hari Anda jejalkan ke kepala saia?!

Apa kabar Gundalaku [?]

Hari ini kamu terlihat berbeda.
Maaf, bukan hari ini saja, tapi sejak kemarin.
Saia tidak tau apa penyebabnya.
Bukan saia tidak mau tau, tapi saia takut Anda tidak mau memberi tau.
Saia biarkan nanti tau tau, saia tau sendiri.

Maaf Gundalaku...
Saia tau Anda risih.
Saia juga mengalaminya.
Tapi saia belum mendapatkan jalan keluar untuk keadaan ini.

Saia bukan meragukan Anda: Gundalaku.
Tapi saia butuh banyak waktu untuk mencerna semua satu persatu.

Maaf Gundalaku...
Saia asing dengan perubahan Anda.
Saia ingin biasa saja, seperti kemarin lusa:
Menikmati senyum Anda dari kejauhan
dan menyimpannya di dalam ransel saia
sebagai teman minum kopi sepulang saia bekerja


Jangan lagi gundah, Gundalaku