Jumat, 18 Maret 2011

Ketika Berdua Bertelanjang Kaki


Hari itu Jumat, kita masih saja berlaga tidak saling kenal

Layaknya dua anak kecil yang diprovokasi orangtuanya yang bermusuhan

Aku suka batik hijaumu, baru

(mungkin juga sudah pernah kau pakai sebelumnya, aku tidak tau. Sebab dari kemarin lusa kita pura pura tak saling tau)


Sama kita pakai batik, yang lain juga

Punyaku merah disambangi hitam di sulir sulirnya

Kau hijau, sarimbit

Aku rasa aku bisa membayangkan batik untuk yang wanita


Dari dulu aku benci melihat hijau dan merah berpeluk dalam satu ruang

Begitu juga kata roda warna

Ah, hijau dan merah tidak mahromnya

Pun kita


Aku menyesali batik kita komplementer [?]

Sudah lah.... (aku mencoba menghibur diri)

Itu hanya batik


Aku angkat sedikit rok batikku

untuk membuka jalan pada kedua kakiku yang telanjang

Berjalan ke arahmu (sebenarnya ke arah pintu, tapi di situ ada kau)

Aku liat kau juga tergesa menuju pintu

Kakimu telanjang juga


Kedua kaki kita sama polosnya

menapak dingin dingin ubin

meraba debu debu sisa sepatu orang

hanya kaki kita yang telanjang


hanya kaki kita yang pasrah


hanya kaki kita yang jujur


hanya kaki kita yang berdebu


hanya kita yang pura pura dungu

Kamis, 03 Maret 2011

Sinetronisasi Sekali



Dari dulu saya tidak pernah suka sinetron, pun Tersanjung yang konon sampai seri ke 6. Saya benci melihat muka penuh pada TV, padat dengan becekan airmata dan bibir dipaksa gemetaran. *saya takut ikut menangis, larut dalam penghayatan sedih sedih buatan.


Padahal saya tidak punya pengalaman "Sensasi Menonton Sinetron" tapi saya tidak ragu menyebut yang saya alami sekarang adalah sebuah sinetronisasi. *tertawa


Mengamati hiruk pikuk ruang kerja dan jalanan. Memandangi kisah kisah yang lalu lalang. Tentang teman yang bertengkar dengan pacarnya. Tentang sahabat yang masih menyimpan rasa pada mantan pacarnya. Tentang teman akrab yang setelah sekian lama menunggu kemudian pada akhirnya mendapatkan. Tentang kawan yang (rupanya) menyelinap juga pada ruang ruang patah hati. *ikut menangis


Ya, saya ikut menangis. Walau mungkin tidak sampai gerimis. Hanya meringis, tipis. Tapi saya bisa menyimpulkan ini lah "Sensasi Menonton Sinetron", walau mungkin saya masih amatiran menghayatinya.


Ah! Betapa lucunya saya.