Rabu, 24 Agustus 2011

Entah Kau Apa

Salahku memang, yang diam diam menyimpan rasa yang sebenarnya tidak lazim terbentuk. Aku jelas tau tentangmu:tentang siapa yang kau kagumi. Jelas aku tau itu. Sudahku ingatkan berkali kali pada diriku, dilarang jatuh cinta pada orang yang jelas jelas aku tau pada siapa hatinya bertaut. Kelak hanya kecewa yang akan aku jemput. Tapi siapa yang bisa mengendalikan rasa sejenis ini, pun aku.

Kau tau saat kau bercerita tentangnya, kita tertawa. Kadang aku semangatimu untuk tetap berdoa. Sebenarnya di sela perbincangan kita, terselip doa lain. Doa egoisku agar kau menyudahi percakapan menyayat hati yang harus tetap aku nikmati ini.

Sekeras kerasnya aku mencoba membohongi hati, bahwa ini hanya sekedar rasa mengagumi. Semakin keras aku mangkir, semakin hati retak tetak di pinggir. Aku roboh.

Sepanjang hari aku hanya bisa diam, membututi gerak gerikmu dari berbagai media sosial. Kadang tertawa, kadang diam, kadang ingin melemparmu dengan gelas, ketika kau menggambarkan sesuatu di media media itu. -kadang aku juga cemburu! Itu alasan kenapa aku ingin melemparmu dengan gelas.

Tapi sungguh, itu hanya "ingin" tidak pernah "akan", kau terlalu indah kalau hanya untuk kulempari gelas.

Pernah sekali waktu kita berbincang tentang masa depan, mungkin hanya 2-3 jam bersamamu. Sudah penuh otakku dengan berbagai pandangan dan wejangan tentang hidup seperti perbincangan 2-3 tahun. Kau benar benar menyita konsentrasiku. Apa kau tau juga, diam diam aku mencuri matamu.

Kita berbincang tentang berbagai hal, terakhir tentang... ah... hal kecil. Tapi menarik. Selalu kau buat hal apapun menjadi menarik untuk dibicarakan. Dan selalu tidak pernah kau buat aku bosan.


Untuk ini semua, aku minta maaf padamu. Untuk mata yang diam diam telah aku curi.
Juga minta maaf untuk bidadarimu, karena telah lancang mencuri mata pemujanya.
Walau aku tau pasti, bidadarimu tidak akan keberatan untuk itu. Kami berteman baik.
Maaf Matahari Jam Tujuh Pagi. Maaf.