Kamis, 16 September 2010

Saia Membuka Masker Hidung Saia

Sore itu hujan, dan Anda belum kembali dari sana.

Saia punya banyak waktu luang untuk menunggu hujan reda,

Di sofa keunguan di ruang tamu kantor.

*jika Anda sudah kembali, saia pasti memilih menerabas hujan lalu kuyub

ketimbang duduk di sana, di belakang meja kerja Anda. Risih [dengan pemikiran yang tak keruan]


Saia jilati juga gerimis kecil yang mampir ke ujung bibir

yang gemetar menahan tamparan angin jelang maghrib di jalan raya Bogor.

Saia di atas motor, melaju di pinggiran jalan raya

mempersilahkan kendaraan lain mendahului laju sepeda motor saia.


Saia ingin berlama lama di atas motor.

Tempat saia bisa luang berbicara pada diri saia sendiri.

Toh saia sekarang memakai masker

Meracau pun tidak ada yang tau

Tidak ada yang mengganggap saia gila: Berbicara sendiri.

*kenapa berbicara sendiri dianggap gila, padahal hanya orang waras yang bisa merefleksikan diri!


[sesekali saia bersenandung: Why Don't We, Sandy Sandhoro.]


Saia pengap! Masker saia mengurung udara keluar masuk dari hidung saia.

Berkutat di situ situ saja.

Mengembun pada lensa kacamata saia.


Saia melepas masker hidung saia.

Saia senang menghirup timbal dari bus kota di depan saia.

Pengap yang berbeda, diselingi hawa dingin bekas hujan.

Timbal tidak membuat saia sesak.

Pemikiran tentang Anda yang membuat saia pengap!


Saia bebas tanpa masker.

Saia bisa bernafas.

Saia bisa menentukan mau sesak atau tidak.


Tapi saia tidak bisa berbicara!

Atau orang akan menganggap saia gila!

[ternyata saia bebas dalam ketertutupan]