Senin, 11 Juli 2011

Selamat Pagi Bapak

Tadi, aku duluan lho yang bangun. Masih manis, sisa gurau kita kemarin sore. Satu yang bikin saya tergelitik, katamu: kalau sudah pensiun, Bapak mau buka gerobak nasi goreng. Ah Bapak, lha wong mie goreng instan merk baru yang aku belikan saja kau kuahi. Tapi kemudian kuyu. Tak bisa membayangkan kau pensiun. Saya rasa saya belum dan tidak mau membayangkan itu. Kita sudah sama sama tua ya Pak. Bedanya saya masih suka main di mall.


Kenapa ketika bercerita, tawa dan tangis itu beda tipis ya Pak? Saat saya mendengar ceritamu, saya tertawa sampai menangis dan menangis sambil tertawa. Kopi kita sampai dingin Pak, keasyikan bercerita. Berkerak dan bernoda.


Iya Pak,, cerita waktu kau melamar Ibu. Itu.... hahahahahaaa... kau suguhkan begitu renyahnya. Ketika itu kau baru lulus, Ibu nanti menyusul. Kau kumpulkan uang hasil kerja kontrakmu, tapi masih belum tau mau buat apa. Setelah Ibu lulus dan yakin kalau uang itu untuk melamarnya, kau malah memakainya untuk menguliahkan adikmu. Ibu ungu! Ahaha,, wajah ibu benar ungu. Ungu! Tapi bukan Bapak namanya kalau gak pandai merayu. Entah pakai ilmu apa, kau berhasil meyakinkan Ibu untuk menunggu. Kau janjikan bunga anggrek: Ungu. Demi kau Bu, kalau ada yang memberiku anggrek ungu, akan kusuruh dia berenang sampai Tidung!


Akhirnya, jadi juga kau melamar Ibu. Beradu pandang pada Mbah si Kakek sinis. Lagi lagi ilmu apa Pak? Dari siapa? Kau bisa meyakinkan Mbah kalau anak perempuan satu satunya itu bakal aman di tangan bujang sepertimu. Ah, saya yakin Mbah cuma malas main catur denganmu. Maka dia lepas anaknya dengan Qur'an, mukena, seperangkat bedak dan gincu.


Saya bilang: Ibu kau guna guna Pak? Dia langsung meniup tangannya dan membuat belahan di rambutnya: Ibu itu naksir berat sama saya, paling ganteng se-aliyah. Dilihat dari garis mukanya, sedikit banyak saya percaya. Gincu yang kau berikan sebagai iringan mahar tempo hari sudah tak tau ada di mana. Tapi bibir ibu masih tetap saja merah: delima.


Jelas seperti menonton film, aku bayangkan kau 25-30 tahunan yang lalu. Tapi aku tidak bisa bayangkan kau pensiun, Pak. Kau akan bercerita tentang 30-45 tahun lalu. Tentang kau dapat sepatu hanyut di pinggir pantai biru. Jangan pensiun dulu lha Pak,, saya janji akan mengenalkanmu pada si Pembawa Anggrek Ungu. Tapi nanti, kucari dulu.